Kamis, 25 Januari 2018

    BOLEHKAH TRANSAKSI DENGAN ANAK KECIL?


    STATUS TRANSAKSI ANAK KECIL
    Oleh: KH Hafidz Abdurrahman, MA
    Akad, baik jual-beli maupun yang lain, mempunyai konsekuensi terjadinya kepemilikan, baik yang terkait dengan barang maupun jasa. Karena itu, orang yang melakukan akad disyaratkan harus berakal. Dasarnya adalah hadits Nabi saw.
    “Diangkat pena dari tiga golongan; dari orang yang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia bermimpin keluar sperma [baligh], dan dari orang gila, hingga dia waras akalnya.” [Hr. Abu Dawud]
    Karena itu, ketiga orang di atas, yaitu orang yang tidur, anak kecil dan orang gila, dibatalkan ucapan dan semua tindakannya. Karena ucapan dan tindakan mereka tidak mempunyai status hukum, sebagaimana mafhum yang bisa ditarik dari sabda Nabi di atas, “Diangkat pena dari tiga golongan.” [Hr. Abu Dawud]
    Selain itu, mu’alamah juga mempunyai prinsip, “al-Ashlu fi al-Mu’amalah qath’u al-munaza’ah” [hukum asal mu’amalah adalah untuk menghilangkan perselisihan]. Jika hukum asal dilakukannya mu’amalah untuk menghilangkan perselisihan, maka hilangnya perselisihan tersebut tidak mungkin bisa disandarkan pada ketiga orang tersebut. Justru sebaliknya, jika ucapan dan tindakan ketiganya mengikat, maka potensi perselisihan justru terbuka lebar.
    Dalam konteks jual-beli, Allah menyatakan, bahwa jual-beli harus dilakukan dengan suka rela, antara penjual dan pembeli. Bagaimana mungkin terjadi kerelaan dari ketiganya? Jelas tidak mungkin. Hanya saja, untuk anak-anak, syarat baligh dalam akad, khususnya jual-beli tidak mutlak. Karena itu, boleh anak-anak usia Rusyd, yaitu usia dimana anak-anak tersebut sudah bisa memilih dan memilah, yang baik dan buruk, yang benar dan salah. Anak-anak usia ini boleh melakukan akad.
    Alasannya, dalam al-Qur’an, Allah menyatakan, “Dan ujilah anak yatim itu sampai cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah mengerti [usia Rusyd], maka serahkanlah harta-hartanya kepada mereka.” [Q.s. an-Nisa’ [04]: 06]. Syarat usia Rusyd agar harta bisa diserahkan kepada mereka agar mereka kelola, dan hilangnya status perwalian dari mereka. Menunjukkan, bahwa anak-anak yang belum baligh boleh melakukan akad.
    Karena itu, akad yang dilakukan oleh anak-anak yang sudah Mumayyiz [bisa memilih dan memilah] hukumnya sah. Dasarnya Q.s. an-Nisa’ [04]: 06 di atas. Perintah Allah, “Ujilah mereka.” dilakukan dengan melakukan jual-beli, agar bisa diketahui apakah mereka sudah bisa dilepas atau belum.
    Dalam konteks ini, Ibn Qudamah al-Maqdisi, menjelaskan, “Maksudnya ujilah mereka supaya kamu bisa mengetahui kecerdasan mereka. Menguji mereka bisa direalisasikan dengan mendelegasikan kepada mereka untuk melakukan tindakan hukum, termasuk jual-beli, supaya bisa diketahui, apakah dia tertipu atau tidak. Karena dia berakal, bukan orang yang dihalangi melakukan tindakan hukum. Karena itu, tindakannya sah. Tetapi, agar sah, harus seizin walinya.” [Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz IV/168]
    Karena itu, status akad anak kecil yang sudah Mumayyiz tetap sah, dengan izin walinya, jika walinya mengizinkan tindakannya. Ini menurut mazhab Hanbali, Maliki dan Hanafi. Berbeda dengan mazhab Syafii, dan dalam salah satu riwayat menurut mazhab Hanbali. Imam al-Kharasyi, dalam syarah Mukhtashar Khalil, mazhab Maliki, “Makna bahwa syarat sahnya akad bagi orang yang melakukan akad jual-beli, yaitu penjual dan pembeli, adalah tamyiz [bisa memilih dan memilah]. Ketika diberitahu tentang sesuatu yang merupakan maksud orang-orang yang berakal dia paham, kemudian bisa memberikan jawaban [respon] yang sempurna. Maka, akad tidak terjadi dari anak yang belum tamyiz, karena kecil, gila atau tidak sadar, atau salah satunya, menurut Ibn Syas, penulis dan Ibn Rusyd.” – selesai.
    Menurut al-Hatthab, dalam Mawahid al-Jalil, Syarah Mukhtashar Khalil, bahwa “Maksa disyaratkannya orang yang melakukan akad jual-beli agar akadnya mengikat harus Mukallaf, maka kalau anak kecil yang sudah Mumayyiz melakukan jual-beli, maka jual-belinya sah. Tetapi, akad itu tidak mengikatnya. Bagi walinya boleh menilai, untuk melanjutkan atau membatalkannya, yaitu mana yang dia pandang lebih baik bagi anak kecil tersebut.” – selesai.
    Dengan demikian, dari keempat mazhab, hanya Imam Syafii yang tidak membolehkan akad anak-anak. Ketiga mazhab yang ada, baik Hanafi, Maliki maupun Hanbali, semuanya membolehkan akad yang dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh, dengan syarat harus Mumayyiz. Wallahu a’lam.

    Minggu, 21 Januari 2018

    DAPATKAH BUNGA DEPOSITO DIANGGAP BAGI HASIL MUDHOROBAH ?


    DAPATKAH BUNGA DEPOSITO DIANGGAP BAGI HASIL MUDHOROBAH ?
    Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
    Fatwa yang menyatakan bahwa bunga deposito hukumnya boleh karena dianggap bagi hasil dari syirkah mudhorobah adalah fatwa yang batil.
    Kebatilan fatwa tersebut dapat ditinjau dari dari 2 (dua) alasan sebagai berikut:
    Pertama, akad antara nasabah dengan bank sebenarnya adalah akad qardh (pinjaman), bukan akad syirkah mudhorobah. Jadi hubungan antara bank dan nasabah adalah hubungan nasabah sebagai pihak pemberi pinjaman (muqridh) dengan bank sebagai pihak yang meminjam (muqtaridh). (Umar bin Abdil Aziz Al Matrak, Ar Riba wa Al Mu’amalat Al Mashrifiyyah fi Nazhar As Syari’ah Al Islamiyah, Madinah : Darul ‘Ashimah, 1415, hlm. 345-350).
    Hubungan antara bank dan nasabah tidak dapat dianggap hubungan antara pemodal (shahibul mal) dengan pengelola modal (‘amil/mudharib) sebagaimana dalam mudhorobah. Karena terdapat perbedaan yang nyata antara akad qardh dan akad mudhorobah dalam 2 (dua) poin sbb:
    (1) pada akad qardh pihak bank memberikan bunga dalam persentase tertentu kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu, misalnya 10% pertahun, tanpa melihat lagi apakah bank mengalami keuntungan atau kerugian.
    Sedang pada mudhorobah, bagi hasil hanya diberikan kepada pemodal (shahibul mal) jika pengelola modal (‘aamil/mudharib) mendapatkan keuntungan. Jika pengelola modal mengalami kerugian, tidak ada bagi hasil yang diberikan kepada pemodal.
    (2) pada akad qardh, sejumlah uang yang diberikan pemberi pinjaman kepada pihak peminjam (muqtaridh), telah menjadi milik peminjam itu, karena dalam qardh memang terjadi perpindahan kepemilikan (naql al milkiyyah) uang, hanya saja pihak peminjam wajib mengembalikan pinjaman itu kepada pemberi pinjaman. Hal ini berimplikasi jika peminjam mengalami kerugian, maka bagaimana pun juga dia wajib mengembalikan pinjaman itu kepada pemberi pinjaman.
    Ini berbeda dengan mudhorobah. Dalam akad mudhorobah, sejumlah uang yang diserahkan oleh pemodal (shahibul mal) kepada pengelola modal (‘aamil/mudharib) bukanlah menjadi milik pengelola modal itu, karena dalam mudhorobah tidak terjadi perpindahan kepemilikan (naql al milkiyyah) uang, karena status pengelola modal hanyalah wakil dari pemodal. Hal ini berimplikasi jika pengelola modal mengalami kerugian, maka kerugian itu hanya ditanggung oleh pemodal saja, sedangkan pengelola modal pada dasarnya tidak menanggung kerugian sedikitpun, kecuali kalau kerugian itu terjadi karena kelalaian pihak pengelola modal. (M. Ali As Salus, Mausu’ah Al Qadhaya Al Fiqhiyyah Al Mu’ashirah wa Al Iqtishad Al Islami, Maktabah Darul Qur`an : Mesir, 2002, hlm. 101).
    Kedua, bunga deposito yang diberikan bank kepada nasabah tidak dapat disebut bagi hasil mudhorobah, karena jika bagi hasil mudhorobah mestinya berupa persentase dari keuntungan (profit), bukan persentase dari sejumlah uang/modal.
    Faktanya, apa yang disebut bagi hasil mudhorobah adalah persentase dari sejumlah uang (modal) yang disetor oleh nasabah. Ini tidak boleh dalam mudhorobah. Dalam kitab Al Ma’ayir Al Syar’iyyah (Sharia Standards, 2015) disebutkan mengenai ketentuan bagi hasil mudhorobah,”Pembagian keuntungan harus didasarkan pada persentase yang disepakati dari keuntungan (laba), dan bukan didasarkan pada suatu jumlah tertentu atau persentase tertentu dari modal (nisbah min ra`sil maal) / percentage of the capital.” (Al Ma’ayir Al Syar’iyyah, AAOIFI, Riyadh : Darul Maiman, 2015, hlm. 372).
    Berdasarkan 2 (dua) alasan di atas, jelaslah fatwa yang ditanyakan adalah batil. Bunga deposito itu bukanlah bagi hasil mudhorobah, melainkan riba yang diperoleh sebagai tambahan dari pinjaman (qardh) yang diberikan nasabah kepada bank.
    Wallahu a’lam

    Jumat, 19 Januari 2018

    Balad Residence Bojongsari Rumah Syariah Depok


    RumahSyariah - kini semakin banyak pilihan. Depok merupakan salah satu kawasan megapolitan Jabodetabek yang memiliki perkembangan sangat pesat. Dekatnya lokasi kota Depok dengan Jakarta menjadikan kota ini menjadi kota idaman. Penduduk yang rata rata eksekutif muda menjadikan kota ini ditopang oleh berbagai kemudahan. Oleh karena itulah Developer Property Syariah melihat bahwa kota Depok perlu ditunjang oleh rumah kpr syariah tanpa riba.

    Balad Resedence merupakan rumah kpr syariah tanpa riba yang hadir di kota depok. Perumahan Muslim Balad Residence memiliki area lahan seluas 1.7 hektar. Merupakan rumah syariah terbesar di kota Depok. Dengan luasnya area tersebut maka rumah kpr syariah di bojongsari depok ini diplanning dengan berbagai type.

    Lokasi Strategis Rumah KPR Syariah Balad Residence

    Perumahan muslim depok BALAD RESIDENCE memiliki akses yang mudah menuju pusat-pusat bisnis dan pendidikan. Berikut adalah kemudahan akses rumah kpr syariah balad residence. :
    • Akses mudah ke kawasan BSD,
    • Akses mudah ke kawasan Bintaro
    • Akses mudah ke stasiun depok lama/depok baru,
    • Akses mudah ke universitas islam syarif hidayatullah,
    • Rencana tol desari (depok-antasari)
    • rencana MRT lebak bulus.
    • Akses mudah ke RSUD Depok
    • Tersedia masjid yang akan dihidupkan dengan kegiatan islami
    • Bebas banjir

    Keistimewaan dan Hal yang paling utama dari Rumah Syariah Balad Residence

    Keistimewaan perumahan kpr syariah depok Balad Residence adalah sebagai berikut :
      • Tanpa Bank, jadi anda bisa langsung nyicil ke Developer hingga 10 tahun.
      • Tanpa Bunga karena itu adalah riba yg diharamkan dan dilaknat Allah SWT.
      • Tanpa Denda jika terlambat bayar cicilan karena itu diharamkan dan kami percaya anda sebagai muslim yg taat akan konsisten dan berkomitmen memenuhi akad akad/perjanjian dan tidak akan semena-mena menunda pembayaran.
      • Tanpa akad ganda
      • Tanpa akad bathil

    Spesifikasi Balad Residence Perumahan KPR Syariah Depok

    Berikut ini adalah spesifikasi perumahan tanpa riba depok balad residence:
    • Sertifikat SHM
    • Kamar Tidur 2
    • Kamar Mandi 1
    • Luas Tanah 78m²
    • Luas Bangunan 38m²
    • Carport
    • Daya Listrik 1300 watt
    Site plan perumahan muslim tanpa riba depok ini adalah sebagai berikut :

    Denah Lokasi Balad Residence Bojongsari Depok

    Balad Residence berada di jalan Balad, Curug, Bojongsari, Kota Depok (area Sawangan Depok yang berkembang pesat). Berikut ini adalah denah lokasi rumah syariah Balad Residence Depok.


    Apabila berminat dengan Balad Residence ini silahkan hubungi nomor Whatsapp dibawah ini




    RIBA : PENGERTIAN, JENIS DAN CONTOHNYA


    RIBA : PENGERTIAN, JENIS DAN CONTOHNYA

    TANYA :
    Mohon dijelaskan tentang pengertian riba, macam-macam riba, sekaligus contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
    JAWAB :
    Definisi Riba
    Apa itu riba? Jawabnya: Riba adalah beberapa jenis transaksi yang diharamkan dalam Islam. Berbagai jenis riba yang diharamkan itu telah merajalela di tengah masyarakat kita. Antara satu jenis riba dengan jenis yang lain kadang terlihat sangat berbeda. Oleh karena itu, sulit bagi kita untuk merangkum berbagai jenis riba tersebut dalam sebuah definisi yang pas. Maka, dari pada kita menghabiskan tempat untuk berpayah-payah mencari definisi riba, lebih baik kita langsung bicara tentang contoh konkret dari jenis-jenis riba yang ada.
    Jenis-Jenis Riba
    Mayoritas ulama menyatakan bahwa riba bisa terjadi dalam dua hal, yaitu dalam utang (dain) dan dalam transaksi jual-beli (bai’). Keduanya biasa disebut dengan istilah riba utang (riba duyun) dan riba jual-beli (riba buyu’). Mari kita tinjau satu persatu:
    Riba Dalam Utang
    Dikenal dengan istilah riba duyun, yaitu manfaat tambahan terhadap utang. Riba ini terjadi dalam transaksi utang-piutang (qardh) atau pun dalam transaksi tak tunai selain qardh, semisal transaksi jual-beli kredit (bai’ muajjal). Perbedaan antara utang yang muncul karena qardh dengan utang karena jual-beli adalah asal akadnya. Utang qardh muncul karena semata-mata akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain untuk dihabiskan lalu diganti pada waktu lain. Sedangkan utang dalam jual-beli muncul karena harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik sebagian atau keseluruhan.
    Contoh riba dalam utang-piutang (riba qardh), misalnya, jika si A mengajukan utang sebesar Rp. 20 juta kepada si B dengan tempo satu tahun. Sejak awal keduanya telah menyepakati bahwa si A wajib mengembalikan utang ditambah bunga 15%, maka tambahan 15% tersebut merupakan riba yang diharamkan.
    Termasuk riba duyun adalah, jika kedua belah pihak menyepakati ketentuan apabila pihak yang berutang mengembalikan utangnya tepat waktu maka dia tidak dikenai tambahan, namun jika dia tidak mampu mengembalikan utangnya tepat waktu maka temponya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau denda atas utangnya tersebut. Contoh yang kedua inilah yang secara khusus disebut riba jahiliyah karena banyak dipraktekkan pada zaman pra-Islam, meski asalnya merupakan transaksi qardh (utang-piutang).
    Sementara riba utang yang muncul dalam selain qardh (pinjam) contohnya adalah apabila si X membeli motor kepada Y secara tidak tunai dengan ketentuan harus lunas dalam tiga tahun. Jika dalam tiga tahun tidak berhasil dilunasi maka tempo akan diperpanjang dan si X dikenai denda berupa tambahan sebesar 5%, misalnya.
    Perlu diketahui bahwa dalam konteks pinjaman, riba atau tambahan diharamkan secara mutlak tanpa melihat jenis barang yang diutang. Maka, riba jenis ini bisa terjadi pada segala macam barang. Jika si A meminjam dua liter bensin kepada si B, kemudian disyaratkan adanya penambahan satu liter dalam pengembaliannya, maka tambahan tersebut adalah riba yang diharamkan. Demikian pula jika si A meminjam 10 kg buah apel kepada si B, jika disyaratkan adanya tambahan pengembalian sebesar 1kg, maka tambahan tersebut merupakan riba yang diharamkan.
    Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan, “kaum muslimin telah bersepakat berdasarkan riwayat yang mereka nukil dari Nabi mereka (saw) bahwa disyaratkannya tambahan dalam pinjam meminjam (qardh) adalah riba, meski hanya berupa segenggam makanan ternak”.
    Bahkan, mayoritas ulama menyatakan jika ada syarat bahwa orang yang meminjam harus memberi hadiah atau jasa tertentu kepada si pemberi pinjaman, maka hadiah dan jasa tersebut tergolong riba, sesuai kaidah, “setiap qardh yang menarik manfaat maka ia adalah riba”. Sebagai contoh, apabila si B bersedia memberi pinjaman uang kepada si A dengan syarat si A harus meminjamkan kendaraannya kepada si B selama satu bulan, maka manfaat yang dinikmati si B itu merupakan riba.
    Riba Dalam Jual-beli
    Dalam jual-beli, terdapat dua jenis riba, yakni riba fadhl dan riba nasi’ah. Keduanya akan kita kenal lewat contoh-contoh yang nanti akan kita tampilkan.
    Berbeda dengan riba dalam utang (dain) yang bisa terjadi dalam segala macam barang, riba dalam jual-beli tidak terjadi kecuali dalam transaksi enam barang tertentu yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda:
    “Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, bur (gandum) ditukar dengan bur, sya’ir (jewawut, salah satu jenis gandum) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
    Dalam riwayat lain dikatakan:
    “Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (sama beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan).” (HR Muslim no 1210; At-Tirmidzi III/532; Abu Dawud III/248).
    Ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari hadits di atas:
    Pertama, Rasulullah saw dalam kedua hadits di atas secara khusus hanya menyebutkan enam komoditi saja, yaitu: emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam. Maka ketentuan/larangan dalam hadits tersebut hanya berlaku pada keenam komoditi ini saja tanpa bisa diqiyaskan/dianalogkan kepada komoditi yang lain. Selanjutnya, keenam komoditi ini kita sebut sebagai barang-barang ribawi.
    Kedua, Setiap pertukaran sejenis dari keenam barang ribawi, seperti emas ditukar dengan emas atau garam ditukar dengan garam, maka terdapat dua ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:pertama takaran atau timbangan keduanya harus sama; dan kedua keduanya harus diserahkan saat transaksi secara tunai/kontan.
    Berdasarkan ketentuan di atas, kita tidak boleh menukar kalung emas seberat 10 gram dengan gelang emas seberat 5 gram, meski nilai seni dari gelang tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari nilai kalungnya. Kita juga tidak boleh menukar 10 kg kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas bagus, karena pertukaran kurma dengan kurma harus setakar atau setimbang. Jika tidak setimbang atau setakaran, maka terjadi riba, yang disebut riba fadhl.
    Disamping harus sama, pertukaran sejenis dari barang-barang ribawi harus dilaksanakan dengan tunai/kontan. Jika salah satu pihak tidak menyerahkan barang secara tunai, meskipun timbangan dan takarannya sama, maka hukumnya haram, dan praktek ini tergolong riba nasi’ahatau ada sebagian ulama yang secara khusus menamai penundaan penyerahan barang ribawi ini dengan sebutan riba yad.
    Ketiga, Pertukaran tak sejenis di antara keenam barang ribawi tersebut hukumnya boleh dilakukan dengan berat atau ukuran yang berbeda, asalkan tunai. Artinya, kita boleh menukar 5 gram emas dengan 20 gram perak atau dengan 30 gram perak sesuai kerelaan keduabelah pihak. Kita juga boleh menukar 10 kg kurma dengan 20 kg gandum atau dengan 25 kg gandum, sesuai kerelaan masing-masing. Itu semua boleh asalkan tunai alias kedua belah pihak menyerahkan barang pada saat transaksi. Jika salah satu pihak menunda penyerahan barangnya, maka transaksi itu tidak boleh dilakukan. Para ulama menggolongkan praktek penundaan penyerahanbarang ribawi ini kedalam jenis riba nasi’ah tapi ada pula ulama yang memasukkannya dalam kategori sendiri dengan nama riba yad.
    Keempat, Jika barang ribawi ditukar dengan selain barang ribawi, seperti perak ditukar dengan ke kayu, maka dalam hal ini tidak disyaratkan harus setimbang dan tidak disyaratkan pula harus kontan karena kayu bukan termasuk barang ribawi.
    Kelima, Selain keenam barang-barang ribawi di atas, maka kita boleh menukarkannya satu sama lain meski dengan ukuran/kuantitas yang tidak sama, dan kita juga boleh menukar-nukarkannya secara tidak tunai. Sebagai contoh, kita boleh menukar 10 buah kelapa dengan 3 kg kedelai secara tidak kontan karena kelapa dan kedelai bukan barang ribawi.
    Memahami Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah
    Fadhl secara bahasa berarti tambahan atau kelebihan. Sedangkan nasii’ah secara bahasa maknanya adalah penundaan atau penangguhan.
    Nah, sekarang mari kita mencoba untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh para ulama dengan istilah riba fadhl dan riba nasi’ah, meskipun sebenarnya, setelah kita memahami fakta tentang jenis-jenis riba, bukan suatu hal yang wajib untuk mengenal nama-namanya. Hanya saja, karena istilah riba fadhl dan nasi’ah ini sangat sering kita baca atau kita dengar, maka kita akan menemukan kesulitan untuk memahami tulisan atau pembicaraan yang mengandung kedua istilah tersebut.
    Silahkan cermati kembali poin dua dan poin tiga pada penjelasan hadits yang baru saja kita lewati, setelah itu insyaallah kita bisa memahami apa yang disebut dengan riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah tambahan kuantitas yang terjadi pada pertukaran antar barang-barang ribawi yang sejenis, seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram. Sedangkan riba nasi’ah adalah riba yang terjadi karena penundaan, sebab, nasi’ah sendiri maknanya adalah penundaan atau penangguhan.
    Semua riba utang (riba duyun) yang telah kita bahas sebelumnya tergolong riba nasi’ah, karena semuanya muncul akibat tempo. Dalam konteks utang, riba nasi’ah berupa tambahan sebagai kompensasi atas tambahan tempo yang diberikan. contohnya utang dengan tempo satu tahun tidak berhasil dilunasi sehingga dikenakan tambahan utang sebesar 15%, misalnya. Maka, tambahan 15% ini merupakan riba nasi’ah. Juga dalam riba qardh dimana keberadaan tambahan telah disepakati sejak awal, semisal ada ketentuan untuk mengembalikan utang sebesar 115%. Ini juga termasuk riba nasi’ah (meski sebagian ulama ada yang memasukkannya dalam ketegori riba fadhl ditinjau dari segi bahwa ia merupakan pertukaran barang sejenis dengan penambahan).
    Sementara itu, dalam konteks jual-beli barang ribawi, riba nasi’ah tidak berupa tambahan, melainkan semata dalam bentuk penundaan penyerahan barang ribawi yang sebenarnya disyaratkan harus tunai itu, baik keduanya sejenis maupun berbeda jenis. Contohnya seperti membeli emas menggunakan perak secara tempo, atau membeli perak dengan perak secara tempo. Praktek tersebut tidak boleh dilakukan karena emas dan perak merupakan barang ribawi yang jika ditukar dengan sesama barang ribawi disyaratkan harus kontan. Itulah mengapa, pertukaran barang ribawi secara tidak tunai digolongkan kedalam riba nasi’ah. Sebagian ulama menyebut penyerahan tertunda dalam pertukaran sesama barang ribawi ini dengan istilah khusus, yakni riba yad.
    Kesimpulan
    Riba bisa terdapat dalam utang dan transaksi jual-beli.
    Riba dalam utang adalah tambahan atas utang, baik yang disepakati sejak awal ataupun yang ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang tertunda. Riba utang ini bisa terjadi dalamqardh (pinjam/utang-piutang) ataupun selain qardh, seperti jual-beli kredit. Semua bentuk riba dalam utang tergolong riba nasi’ah karena muncul akibat tempo (penundaan).
    Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran tidak seimbang di antara barang ribawi yang sejenis (seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram). Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl.
    Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit. Praktek ini digolongkan ke dalam riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah riba yad.
    Wallahu a’lam

    sumber : https://www.facebook.com/mrosyidaziz/posts/1619319858118204

    Rabu, 17 Januari 2018

    Apakah Boleh MEMANFAATKAN UANG HASIL RIBA?


    RumahSyariah - Kalo di artikel sebelumnya kita sudah membahas artikel tentang BOLEHKAH RIBA DIHALALKAN DENGAN ALASAN DARURAT?  kali ini RumahSyariah akan membahas tentang APAKAH BOLEH MEMANFAATKAN UANG RIBA? 



    MEMANFAATKAN UANG RIBA ?
    Oleh: Syaikh Atha Abu Rasytah
    Dalam sistem kehidupan kapitalis saat ini, riba sudah menjadi bagian dari aktivitas ekonomi masyarakat. Padahal sudah sangat jelas dan gamblang bahwa Allah SWT telah mengharamkan riba. Lalu apa yang harus dilakukan, ketika seseorang memanfaatkan jasa perbankan, yang didalamnya ada aktivitas riba.
    Sebelum menjawab tentang (apa yang harus di lakukan dengan harta riba), maka yang wajib bagi orang yang melakukan transaksi (muamalah) ribawi dengan bank adalah menghentikan muamalah ribawinya segera, dan bertaubat kepada Allah SWT dengan taubat nashuha.
    Allah Ta'ala berfirman:
    ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا﴾
    “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nashuha (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim [66]: 8)
    Allah juga berfirman:
    ﴿إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا﴾
    "Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (QS an-Nisa’ [4]: 146)
    Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Anas bahwa Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda:
    «كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»
    “Setiap Anak Adam bisa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat.”
    Sehingga taubat itu sah dan Allah mengampuni orang yang bertaubat itu dari dosa tersebut, maka wajib bagi orang yang bertaubat itu melepaskan diri dari kemaksiyatan itu, menyesal karena telah melakukannya, dan bertekad bulat untuk tidak mengulangi semisalnya.
    Jika kemaksiyatan itu berkaitan dengan hak adami, maka disyaratkan mengembalikan kezaliman itu kepada yang berhak atau mendapatkan pembebasan dari mereka.
     Jika ia memiliki harta yang dia ambil dari mereka dengan jalan mencuri atau ghashab maka wajib harta itu dikembalikan kepada pemiliknya. Dan ia harus melepaskan diri dari pendapatan haram itu menurut ketentuan syara’.
     Jika ia mendapatkan harta dengan jalan haram maka kesudahannya adalah keburukan.
    Imam Ahmad telah mengeluarkan dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
    «…وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ… إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ»
    “… dan tidaklah seorang hamba memperoleh harta dari jalan haram … kecuali harta itu menjadi bekalnya ke neraka.”
    Imam At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Ka’ab bin Ujrah bahwa Rasulullah shallallaahu 'alayhi wasallam bersabda kepadanya:
    «يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ»
    “Ya Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidaklah suatu daging tumbuh dari harta haram kecuali neraka lebih layak dengannya.”
    Adapun berkaitan dengan riba bank atas hartanya dan bagaimana melepaskan diri darinya, maka jawabannya sebagai berikut:
    Jika dia berkata kepada bank,
     saya ingin harta pokok saya saja, dan bank memperbolehkannya mengambil harta pokoknya saja maka cukup seperti itu, dan ia mengambil harta pokoknya saja.
     Adapun jika aturan bank tidak memperbolehkannya. Tetapi aturan tersebut mewajibkannya mengambil riba beserta harta pokoknya sekaligus dan jika tidak maka bank tidak akan memberikan harta pokoknya, dalam kondisi ini ia mengambil harta pokoknya dan riba tersebut dan dia melepaskan diri dari riba, dan dia letakkan di tempat-tempat kebaikan secara diam-diam (rahasia) tanpa menampakkan bahwa ia bersedekah dengannya, sebab itu adalah harta haram, akan tetapi yang dituntut adalah ia melepaskan diri dari harta haram itu.
    Misalnya, bisa saja ia mengirimkannya ke masjid tanpa seorang pun tahu atau mengirimkannya kepada keluarga fakir tanpa mereka tahu siapa pengirimnya, dan dengan cara yang di dalamnya tidak tampak bahwa ia bersedekah atau semacam itu.
    Adapun pahala atas infaknya itu, maka tidak ada pahala atas infak harta haram. Pembelanjaannya di jalan kebaikan itu bukanlah shadaqah sebab bukan merupakan harta halal yang ia miliki. Akan tetapi, in syâ’a Allâh, ia mendapat pahala karena meninggalkan keharaman, yakni menghapus muamalah ribawinya dengan bank dan melepaskan diri dari harta haram. Allah Ta'ala menerima taubat dari hamba-Nya dan tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang memperbagus amal (melakukan amal dengan ihsan).
    Demikian.
    Wallaahu a'lam.

    Sumber : https://www.facebook.com/mrosyidaziz/posts/1709899475726908

    Selasa, 16 Januari 2018

    TIPS ADVOKASI HADAPI DEBT COLLECTOR

    TIPS ADVOKASI HADAPI DEBT COLLECTOR
    Oleh : Padang Kusumo, SH
    Enam tips advokasi dalam menghadapi debt collector alias penagih utang saat cicilan sepeda motor, mobil, perumahan, bank, BPR, koperasi, kartu kredit, atau cicilan utang Anda macet.
    1. Bismillah. Sapalah dengan santun dan
    minta mereka menunjukkan identitas dan surat tugas. Tanyakan kepada mereka, siapa yang menyuruh mereka datang dan minta nomor telepon yang memberi tugas para penagih utang ini.
    Jika mereka tak bisa memenuhi permintaan Anda dan Anda ragu pada mereka, persilakan mereka pergi. Katakan, Anda mau istirahat atau sibuk dengan pekerjaan lain.
    2. Jika para penagih utang bersikap santun, jelaskan bahwa Anda belum bisa membayar karena kondisi keuangan Anda belum memungkinkan. Sampaikan kepada penagih utang bahwa Anda akan menghubungi yang terkait langsung dengan perkara utang piutang Anda. Jangan berjanji apa-apa kepada para penagih utang.
    3. Jika para penagih utang mulai berdebat meneror, persilakan mereka ke luar dari rumah Anda. Hubungi pengurus RT, RW, atau polisi. Sebab, ini pertanda buruk bagi para penagih utang yang mau merampas mobil, motor, atau barang lain yang sedang Anda cicil pembayarannya.
    4. Jika para penagih utang berusaha merampas barang cicilan Anda, tolak dan pertahankan barang tetap di tangan Anda. Katakan kepada mereka, tindakan merampas yang mereka lakukan adalah kejahatan. Mereka bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.
    Dalam KUHP jelas disebutkan, yang berhak untuk melakukan eksekusi adalah pengadilan. Jadi, apabila mau mengambil jaminan, harus membawa surat penetapan eksekusi dari pengadilan negeri.
    Ingatkan kepada mereka, kendaraan cicilan Anda misalnya, adalah milik Anda, sesuai dengan STNK dan BPKB.
    Kasus ini adalah kasus perdata, bukan pidana.
    Kasus perdata diselesaikan lewat pengadilan perdata dan bukan lewat penagih utang. Itu sebabnya, polisi pun dilarang ikut campur dalam kasus perdata.
    Kasus ini menjadi kasus pidana kalau para penagih utang merampas barang cicilan Anda, meneror, atau menganiaya Anda. Untuk menjerat Anda ke ranah pidana, umumnya perusahaan leasing, bank, atau koperasi akan melaporkan Anda dengan tuduhan penggelapan.
    5. Jika para penagih utang merampas barang Anda, segera ke kantor polisi dan laporkan kasusnya bersama sejumlah saksi Anda. Tindakan para penagih utang ini bisa dijerat Pasal 368 dan Pasal KUHP Ayat 2, 3, dan 4 junto Pasal 335.
    6. Jangan titipkan mobil atau barang jaminan lain kepada polisi. Tolak dengan santun tawaran polisi. Pertahankan mobil atau barang jaminan tetap di tangan Anda sampai Anda melunasi atau ada keputusan eksekusi dari pengadilan.
    Berkonsultasi hukumlah kepada Lembaga Perlindungan Konsumen, Komnas Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha, atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
    Semoga bermanfaat.

    Sumber : https://www.facebook.com/mrosyidaziz/?ref=page_internal

    Konsep Property Syariah


    RumahSyariah - Bismillah....
    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Mengingatkan kembali, Property 100% syariah sesuai konsepsinya :

    1. TANPA_KPR_BANK
    Tidak menggunakan jasa maupun uang bank dalam pembiayaan project (untuk pembangunan proyek). Kemudian untuk pembiayaan konsumen langsung antara developer (penjual) dengan Pembeli.
    Transaksi Bank yang digunakan (diperbolehkan) salahsatunya sebagai tempat menitipkan & transfer dan dilindungi dengan akad wadiah (titip tanpa bunga, hadiah, undian)

    2. TANPA_RIBA
    Tidak ada unsur Riba dalam transaksi jual beli kredit antara penjual dan pembeli. Harga ditetapkan sebelum akad, baik harga tunai maupun harga cicilan dan disepakati diawal (total yang dibayar) kemudian jumlahnya tidak berubah/ bertambah.

    3. TANPA_DENDA
    developer tidak mengenakan denda keterlambatan apabila konsumen telat membayar (karena akan terhitung sebagai RIBA), dalam hal ada kemungkinan untuk terlambat ataupun kendala, konsumen wajib terlebih dahulu menginformasikan kepada Developer masalah yang dihadapi beserta solusinya.
    Begitu juga apabila konsumen melunasi hutangnya lebih cepat, maka tidak dikenakan denda pinalti.

    4. TANPA_SITA
    Developer tidak akan menyita unit yang sudah dibeli konsumen dan tidak akan mengusir konsumen apabila terjadi masalah dikemudian hari. Hanya saja konsumen bersedia menjual rumahnya secara sukarela apabila sudah tidak sanggup melanjutkan pembayaran. Untuk menghindari berbuat dzolim kepada orang yang dihutangi (developer). Kemudian pembeli hanya membayar sisa kewajiban hutangnya. Sementara kelebihannya menjadi miliknya

    5. TANPA_ASURANSI
    Tidak digunakannya asuransi dalam transaksi karena ada unsur ;
    JUDI (Tidak tahu kapan akan mendapat musibah sementara terus melakukan pembayaran)

    GHARAR (salah satu pihak akan dirugikan apabila nasabah baru membayar minimal sementara biaya sakitnya melebihi jumlah yg sudah dibayarkan. Begitu juga sebaliknya terus membayar s.d perjanjian selesai kemudian uang yang dikembalikan lebih sedikit dari yg disetorkan, padahal tidak ada fasilitas yang digunakan)

    Mendekatkan Pada SYIRIK, karena menjadikan kita berharap kepada selain Allah, "ah gak perlu khawatir sakit kan sudah ada asuransi"

    6. TANPA_BI_CHECKING
    Allah checking lebih diutamakan dan unsur ke-ridhoan penjual dan pembeli didalam melakukan transaksi menjadi dasar dilakukan akad jual beli secara kredit. Tentunya setelah penjual dan pembeli sama-sama cocok.

    7. TANPA_AKAD_BATHIL
    Akad jual beli yang dilakukan insya sesuai dengan hukum syara'. Dibuat secara jelas dan memposisikan penjual dan pembeli dengan hak dan kewajiban yang setara. Sehingga transaksinya membuat pembali dan penjual merasa aman dan nyaman.

    Alhamdulillah, Islam memang rahmatan lilalamin...

    Mari jauhi RIBA dan hidup mulia dan berkah tanpa RIBA.


    Senin, 15 Januari 2018

    KENAPA 95% GENERASI MILENIAL INDONESIA AKAN MENJADI GELANDANGAN pada TAHUN 2020?

    KENAPA 95% GENERASI MILENIAL INDONESIA AKAN MENJADI GELANDANGAN pada TAHUN 2020?

    Oleh : Yodhia Antariksa
    Homeless Millenials. Kaum Milenial Gelandangan. Inilah mungkin sebuah julukan muram yang kelak layak ditabalkan pada anak-anak muda yang lahir antara 1982 – 1995.
    Homeless millenials artinya adalah barisan anak muda (yang lahir antara 1982 – 1995) yang tak sanggup membeli rumah sendiri. Mungkin karena kondisi keuangan mereka yang termehek-mehek. Mungkin juga karena harga rumah yang makin melangit.
    Bagi generasi milenial jaman NOW, memiliki rumah sendiri adalah sebuah impian yang pelan-pelan menjelma menjadi fatamorgana.
    Faktanya, sebuah survei yang dilakukan oleh situs jual beli Rumah123 menyebut, 3 tahun dari sekarang hanya 5% generasi milenial yang akan sanggup membeli rumah secara mandiri. Sisanya 95% entah akan tinggal dimana.
    Dalam Global Property Industry, dikenal adanya istilah House Price to Annual Income Ratio. Atau rasio harga rumah dibanding penghasilan tahunan Anda.
    Menurut Global Property Standard, rasio yang ideal adalah maksimal 3 kali. Artinya harga rumah maksimal hanya boleh 3 x penghasilan tahunan Anda.
    Contoh : penghasilan tahunan Anda (gaji selama 12 bulan + THR + bonus jika ada) adalah Rp 200 juta. Maka maksimal harga rumah yang boleh dibeli adalah Rp 600 juta.
    Kita lihat di tanah air sekarang. Harga rumah ukuran 70M2 di Sumarecon Bekasi sudah tembus Rp 1,1 milyar.
    Atau kita ambil harga rumah yang lebih murah, di wilayah yang lebih pedalaman, misal di Tambun. Harga untuk rumah dengan ukuran yang sama sudah sekitar Rp 600 jutaan.
    Artinya untuk meraih rasio ideal 3x annual income, kalau mau membeli rumah dengan harga Rp 600 juta, minimal penghasilan tahunan adalah Rp 200 juta (atau sekitar Rp 16 juta per bulan).
    Pertanyaannya : seberapa banyak generasi milenial Indonesia yang bisa mendapatkan annual income diatas Rp 200 juta?
    Menurut survei Rumah123, generasi milenial Jakarta yang penghasilan tahunannya diatas Rp 200 juta (atau gajinya diatas 16 juta per hulan) hanya 4%.
    4% saja. Busyet kecil amat angkanya.
    Jadi mayoritas generasi milenial di Jakarta (dan mungkin kota besar lainnya) sebenarnya tidak memiliki gaji yang mewah. Pas-pasan saja.
    Namun gaya hidupnya kadang sok mau kaya, dengan smartphone paling canggih, dan traveling kemana-mana biar punya foto Instagram yang cantik. Alamakkkk.
    Oke, misal generasi Milenial yang sok kaya itu sudah insyaf dan kini rajin menabung, dan lalu ingin beli rumah dengan harga Rp 600 jutaan.
    Maka generasi milenial tersebut harus sediakan DP 15% sekitar Rp 90 juta. Sisanya, Rp 510 juta diangsur.
    Jika diangsur selama 15 tahun, maka cicilan rumah per bulan adalah sekitar Rp 6 jutaan per bulan. Banyak juga.
    Dan sesuai prinsip dalam ilmu personal finance, cicilan hutang hanya boleh maksimal 30% dari total penghasilan.
    Maka jika cicilan rumah adalah Rp 6 juta/bulan, gaji bulanan harus diatas Rp 18 juta.
    Pertanyaannya kembali : berapa persen generasi milenial di Indonesia yang gajinya sudah diatas Rp 18 juta per bulan? Mungkin lebih sedikit lagi.
    Itulah kenapa mayoritas generasi milenial Indonesia akan menjadi Homeless Millenials. Generasi Milenial Gelandangan yang tak punya rumah sendiri.
    Apa yang bisa dilakukan untuk keluar dari jebakan Homeless Millenials? Ada 2 solusi.
    Homeless Millenials Solution # 1 : RICH PARENT SUPPORT
    Beruntunglah Anda generasi milenial yang memiliki orang tua yang relatif kaya.
    Jika orang tua generasi milenial itu lumayan tajir, maka mereka bisa saja membelikan rumah kepada anak-anaknya.
    Konon dulu ada prinsip di kalangan orang kaya jaman lama. Prinsipnya begini : saya harus punya rumah atau tanah minimal sama jumlahnya dengan jumlah anak saya. Kalau anak saya 5, ya minimal harus punya rumah atau kavling tanah 5 biji.
    Saya suka dengan prinsip itu, dan terus terang ingin menirunya. Jadi kalau kita sudah berkeluarga dan punya anak 3, maka minimal kita harus punya 3 rumah (diluar rumah utama yang kita tempati). Mantap.
    Cukup banyak juga orang tua generasi milenial yang bisa melakukan hal diatas. Maka beruntung jika Anda punya ayah atau orang tua yang bisa membelikan Anda rumah senilai Rp 600 juta.
    Harapannya kelak Anda bisa melakukan hal serupa bagi anak-anak Anda.
    Yang tragis : ayahnya makmur dan sanggup membelikan rumah. Namun anaknya, sang generasi milenial, malah nyungsep nasibnya. Alhasil rumah warisan itu akhirnya dijual untuk tambahan biaya hidup. Suram deh.
    Homeless Millenials Solution # 2 : MULTIPLY YOUR INCOME
    Solusi kedua ini adalah pilihan yang mutlak : cara terbaik agar sanggup membeli rumah seharga 600 juta atau bahkan 1M adalah ya lipat-gandakan income Anda.
    Menaikkan income bukan hanya 10% per tahun. Tapi minimal harus 50% per tahun. (Sebab kenaikan harga rumah sekitar 15 s/d 20% per tahun).
    Saya lebih suka konsep multiply your income. Bukan konsep menghemat uang.
    Kadang sejumlah financial planner memberikan saran untuk menghemat uang dan penghasilan. Fine advice.
    Namun berapa banyak yang bisa dihemat per bulan. Paling 1 jutaan.
    Dan untuk menghemat 1 – 2 juta per bulan ini, korbannya adalah kita bisa makin stress mengelola pengeluaran. Kekuatan otak dan kreativitas kita telanjur habis terserap untuk mikir bagaimana caranya hemat.
    Dan itu bahaya : sebab willpower dan kekuatan otak kita untuk berpikir kreatif melipatgandakan uang jadi lenyap.
    Riset-riset dalam neuro-science menulis : kekuatan willpower dan otak kita itu terbatas (limited) – sehingga harus digunakan untuk hal-hal yang menjadi proritas kita.
    Pilih mana :
    1) willpower kita diserap habis untuk mikir caranya hemat 1 - 2 juta per bulan.
    Atau 2) willpower kita diserap habis buat mikir bagaimana caranya income kita naik 10 juta atau bahkan 20 juta per bulan.
    Saya selalu pilih yang 2, dan selama ini sudah mempraktekannya. Dan hasilnya sangat masif.
    So, gunakan kekuatan otak dan willpower Anda agar tahun 2018 nanti, income Anda bisa naik 50%. Agar Anda bisa membeli rumah, bahkan dengan uang cash. Bukan lagi cicilan KPR. Top markotop.
    Salah satu cara untuk meningkatkan penghasilan adalah ini : tambahkan revenue stream Anda.
    Jangan hanya mengandalkan income hanya dari SATU sumber saja (misal hanya dari gaji bulanan).
    Agar income Anda naik minimal 50%, maka Anda perlu menambah income stream – misal dengan menjalani usaha sampingan yang profitabel
    (Ide usaha sampingan yang prospektif bisa Anda pelajari bersama Kami, asalkan punya kemauan yg kuat, yang penting WHY nya dlu, baru how to nya..)
    Akhir kata, homeless milennials adalah sebuah fenomena yang kelam dan pelan-pelan mungkin akan terjadi di negeri ini.
    Pastikan Anda bukan salah satu homeless millenials itu.
    Start doing creative and massive actions to MULTIPLY YOUR INCOME.
    Sebab hanya dengan ini, Anda akan bisa beli rumah seharga Rp 3 milyar pada tahun 2020 nanti.
    Salam Milenial

    Sumber : https://www.facebook.com/mrosyidaziz/posts/1652274478156075